Daftar Blog Inspirasi

Buku sekaligus Undangan karya kami

bahwa Dia adalah Cinta

Whiji Thukul,Tan Malaka,Marsina dan Munir

Mereka Tidak Mati:Kami Berlipat Ganda,Ide Kami Bergerilya

Laskar Buku

Berkhidmat untuk menyenangkan Hati Rasulullah SAW

Menyatu dengan Semesta

Dan Ketika Kerinduan Membawa Sepasang Kekasih Untuk Bersatu.

Membaca Bikin hIdup Lebih Bermakna

4500 Judul buku berbagai genre siap dibaca dan dipinjam gratis.

Senin, 01 Juni 2009

Tulisan Binder 2006

Menarik sekali pembicaraan mengenai mahasiswa reguler sore yang telah dibicarakan dibeberapa media. Berbagai badai kritikan ditempa oleh mahasiswa reguler sore, sungguh kasihan sekali mahasiswa tersebut ,termasuk penulis. Tidak bisa dipungkiri terhadap realitas, jika memang anak – anak reguler sore yang dulu namanya ekstensi dikenal dengan Hedonisme dan Apatisnya.Datang ke kampus untuk pamer HP baru, baju baru, style baru atau lebih mengutamakan style daripada belajar sehingga kampus dijadikan mall. Di mall tempat cuci mata, bisnis, jalan – jalan, dan sebagainya. Namun, yang saya tidak sepakati kalau kritikan tersebut digeneralisasikan, dan banyak orang terjebak/overgeneralisasi karena itu adalah intelektual kuldesak ( kesalahan berpikir ). Jadi, seakan – akan semua mahasiswa reguler sore orangnya Hedonis dan tidak peduli terhadap Negara. Padahal tidak semuanya, seperti yang dilakukan oleh teman – teman di fakultas ekonomi reguler sore, masih ada yang peduli terhadap kemiskinan, ketidak adilan, BHP dan lain – lainnya. Yang sangat menyedihkan lagi, mahasiswa reguler sore divonis orangnya bodoh – bodoh. Bagi saya orang yang mengkritik tersebut menyalahkan korban, yang dimana dipaparkan oleh Paulo Freire “ Kesadaran Naif “. Padahal bagi penulis struktur/sistem pendidikanlah yang salah,misalnya: orang masuk kuliah kan, pada dasarnya memang bodoh makanya dia kuliah untuk menjadi cerdas, kalo dia memang sudah cerdas buat apa kuliah. Lalu yang kedua, kalau memang sudah beberapa tahun belajar, tetapi masih tetap bodoh jangan salahkan mahasiswanya. Lihat pengajarnya/dosennya dan lingkungan kampusnya. Apakah dosennya sudah maksimal mengajar, ternyata tidak banyak (seharusnya di tulis tidak sedikit) dosen di reguler sore yang malas masuk bahkan cuma sekali masuk dalam satu semester, belum lagi pada saat mengajar cuma sisa – sisa tenaga yang dia berikan kepada mahasiswanya karena paginya mengajar direguler pagi. Begitupun kondisi kampusnya tidak ada perpustakaan, tempat bernaung, lab.komputer, khususnya di fak.ekonomi reguler sore UNHAS.

Usaha yang dilakukan oleh lembaga mahasiswa reguler sore khususnya FE – UH dalam mengcounter budaya – budaya yang tidak seharusnya ada di tempat yang sangat mulia ini (kampus) adalah menciptakan budaya yang selama ini tidak ada , misalnya: budaya diskusi , budaya membaca & menulis dan turun kejalan untuk melawan penindasan. Karena tidak sah namanya kampus jika tidak ada budaya demikian. Sebagai penutup, saya kutip pernyataan Kang Jalal “ Mustahil ada perubahan kearah yang benar, kalau kesalahan berpikir masih menjebak dibenak kita “.