Daftar Blog Inspirasi

Minggu, 22 Februari 2015

Rumah Tuhan di Perumahan

Pembangunan perumahan di Makassar dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang signifikan, walaupun data resmi dari instansi terkait tidak ada tetapi secara kasat mata kita bisa lihat di beberapa daerah. Lahan yang dulunya kosong kini diserbu oleh tanaman beton yang berjejer rapi. Juga semakin massifnya marketing developer menawarkan perumahannya dalam bentuk brosur dan pameran.

Memiliki rumah yang berada di lingkungan asri, nyaman, sehat dan aman adalah impian semua orang apalagi didukung dengan ketersediaan fasilitas yang memadai. Karena lingkunganlah faktor pendukung untuk membantu membina keluarga dan mendidik anak-anak. Namun dengan kondisi harga perumahan sekarang yang demikian melejit seperti roket, masyarakat dengan penghasilan sesuai/di bawah upah minimun kota (UMK), itu hanyalah mimpi yang tidak berujung. Jangankan untuk berada di lingkungan asri, nyaman dan sebagainya, membayar kontrak rumah saja sudah pusing tujuh keliling. Hal ini diperparah tidak adanya peran negara/pemerintah yang diharapkan mampu mengontrol harga rumah sehingga dapat dijangkau oleh masyarakat menengah ke bawah.

Bisnis di bidang property memang sangat menguntungkan, dari setiap jengkal tanah bisa dikalikan jutaan rupiah. Selisih antara nilai jual jauh lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Keuntungan menggiurkan ini yang menjadi daya tarik para pengusaha untuk memulai dan mengembangkan sayap usahanya di bidang property. Namun, pebisnis yang rakus dalam meraup profit biasanya akan menanggalkan etika dan moralitasnya , agama hanya dianggap sebatas formalitas ritual belaka. Hadirnya perumahan-perumahan di kota Makassar tidak dibarengi dengan menyiapkan lahan dan membangun masjid di daerah setempat.

Jika dilihat dari perspektif hukum, undang-undang No 1tahun 2011 pasal 1 menjabarkan definisi perumahan yakni kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. Definisi perumahan tersebut, sudah dapat diketahui bahwa prasarana, sarana dan utilitas umum merupakan syarat yang harus dilengkapi dalam suatu perumahan. Bahkan, ketika perumahan tersebut masih dalam tahap pembangunan, pemasaran perumahan melalui sistem perjanjian pendahuluan jual-beli baru dapat dilakukan setelah adanya kepastian atas ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum (Pasal 42 UU 1/2011). Di dalam Pasal 47 ayat 3 UU 1/2011 menyatakan Pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan harus memenuhi persyaratan : a) kesesuaian antara kapasitas pelayanan dan jumlah rumah; b) keterpaduan antara prasarana, sarana, dan utilitas umum dan lingkungan hunian; dan c) ketentuan teknis pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum. Jadi, rumah ibadah termasuk salah satu fasilitas umum yang secara hukum meniscayakan keberadaannya. Pemerintah terkesan melakukan pembiaran, mengizinkan pembangunan perumahan tanpa ada pengawasan terlebih industri property menjadi pendongkrak pertumbuhan ekonomi kota Makassar.

Dalam tinjauan etika bisnis, Griffin dan Ebert (2003), mengatakan bahwa suatu kegiatan usaha, terutama korporasi, ada empat sikap yang dapat diambil suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban sosialnya terhadap masyarakat, yakni, sikap obstruktif, sikap defensif, sikap akomodatif, dan sikap proaktif. Sikap obstruktif merupakan tipikal sikap yang melibatkan tindakan seminimal mungkin atau mungkin melibatkan usaha-usaha menolak atau menutupi pelanggaran yang dilakukan, sementara sikap difensif korporasi terlihat dari upaya minimumnya dalam memenuhi persyaratan hukum atas komitmennya terhadap lingkungan sosialnya. Sikap akomodatif korporasi ditandai dengan menerapkan tanggungjawab sosial melebihi persyaratan hukum minimum hanya apabila diminta. Sangat berbeda dengan sikap proaktif yang justru mencari peluang untuk memberikan sumbangan demi kesejahteraan kelompok dan individu dalam lingkungan sosialnya.

Kebanyakan korporasi properti yang ada di Makassar berada dalam lingkaran sikap obstruktif yang tak mengindahkan aturan hukum. Para pembaca bisa melihat sendiri perumahan-perumahan yang baru dibangun bahkan perumahan yang sudah lama didirikan, sangat jarang dilengkapi fasilitas umum, khususnya fasilitas rumah ibadah. Pengusaha properti diharapkan juga mempertimbangkan dimensi spiritual dalam setiap pembangunan perumahan, bukan dimensi material (keuntungan) semata yang berpandangan bahwa ketersediaan lahan tempat ibadah akan mengurangi keuntungan yang akan diperolehnya. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Barangsiapa yang membangun masjid ikhlas karena Allah maka Allah akan membangunkan baginya yang serupa dengannya di surga.” (HR. Muslim). Sabda nabi ini semakin menegaskan kedudukan dan keutamaan masjid dimata Tuhan. Seorang ulama berkata, “Masjid adalah rumah Tuhan, tempat beribadah dan merupakan sebuah tempat yang paling utama dan mulia di muka bumi ini. Masjid adalah pusat tersambungnya hati dan jiwa dalam menuju Tuhan haqiqi yang dicinta, serta merupakan tempat untuk mendengarkan seruan Allah Yang Maha Pengasih guna menuju kebaikan dan kesempurnaan. Masjid adalah tempat pembersih jiwa dan penyejuk hati serta pusat manifestasi seluruh cahaya ilahi dalam hati orang-orang yang beriman. Masjid adalah jembatan menuju surga yang dijanjikan, jalan menuju berbagai keutamaan, jejak menuju hidayah yang diharapkan, serta tali penghimpun bagi mereka yang dicerai-beraikan….” 

(tulisan ini dimuat dalam Koran Harian Tribun timur 13 Februari 2015)

0 komentar:

Posting Komentar