Sekian lama tidak berdiskusi dengan kekasih saya (kata istri diganti
menjadi kekasih karena nada tersebut “sensitive” dilingkungan saya dan
agar tidak dicap sebagai intoleran berasmara). Semalam kekasih saya
memulai pertanyaan yang sifatnya historis mengenai perjalanan hidup
saya. Dia memulai dengan pertanyaan “Kak katanya banyak fansTa dulu ?”.
saya tersenyum sambil meraba-raba maksud dan tujuannya. “Ah, siapa
bilang ”jawabku. “Ada yang memberitahukan” jawabnya. Saya tidak
menjawabnya secara langsung tapi melemparkan ketawa – ketawa kecil yang
berarti bisa jadi.
Dalam pemahamannya dahulu , saya lahir dari
peradaban pemuja kemewahan,kesenangan, prestice, hura-hura ,
materialism, apatis, pragmatism dan budaya yang menjijikkan bagi
ideologinya tapi para penganut tersebut justru menganggap ideologi dan
budaya kekasih saya yang menjijikkan, kolot, primitif, dan ketinggalan
zaman. Dia lantas bertanya lagi, yang pertanyaannya menyentak hati saya
“jadi, jika dahulu kakak tidak memiliki kesadaran dan pengetahuan pasti
kakak tidak memilih saya”. Dengan tegas saya menjawab “iya, pasti”
Karena
saya tidak sadar maka saya pasti memilih perempuan yang tidak sadar
juga. Konsepsi atau Kriteria perempuan ideal saya dibentuk sedemikian
rupa oleh kekuatan Modal dan Media Massa. Kebanyakan perempuan sekarang
Tidak sadar kalau dia bergerak bukan karena kesadarannya , ia bergerak
secara linear saja, hanya mengadopsi realitas yang ada diluar dirinya.
Segala bentuk kehidupan yang lagi mapan dilumatnya tanpa filteralisasi
lagi. Keinginan untuk berbody langsing , kulit putih mulus, memakai baju
ketat, celana ketat, jual paha, seksi ,gadget ,Android, mobil dan
segala bentuk citraan lainnya menjadi kebutuhan perempuan kini. Menurut
Lacan keinginan akan pencitraan itu yang kemudian menjadi kebutuhan
diproduksi oleh mesin-mesin hasrat manusia.
Yang dipentingkan
perempuan adalah bagaimana dia bisa disanjung atau menjadi bahan gosip
oleh lelaki, bagaimana ia bisa menjadi artis idolanya, atau bagaimana ia
bisa bisa memakai produk-produk baru yang tentunya berkelas dan
bermerek. MembeIi barang bukan karena fungsi tapi image/citra. Itulah
hebatnya kapitalism tak hanya bersemayam di produksi tapi juga
dikonsumsi, dengan ganas melindas kebutuhan untuk dijadikan keinginan
dan makhluk itu tentunya tidak mengenal usia, pekerjaan, dan jenis
kelamin. Pria seperti saya yang juga termakan rayuan iklan dan sinetron
kurang lebih sama dengan perempuan.
Kekasihku melenyapkan
khayalanku lagi dengan sebuah pertanyaan “Jadi, sama siapa saya harus
berterima kasih sehingga kakak bisa menjadi seperti ini atau karena
kesadaran dan pengetahuan tersebut sehingga kita bisa berdua ditempat
ini ?”
Tuhan memiliki banyak cara untuk “membagunkan umatnya
dari tidur” yang pasti kesadaran dan pengetahuan itu tidak didapatkan
seperti membuat dan memakan mie instan yang sudah jarang kita konsumsi
itu (Mungkin omzet penjualan indomie mengalami penurunan setelah kami
memutuskan untuk tidak sering mengkomsumsinya) sama halnya ketika Tuhan
mempertemukan kita, Dia punya cara sendiri. Selain kepada Tuhan jika
ingin berterima kasih , berterima kasilah pada lembaga kemahasiswaan
yang senantiasa mengajak warganya untuk terus berproses, belajar,
berkhidmat dan menyembah nilai-nilai universal.
*
Nb: ada dua catatan penting pertama,
yang manakah yang dimaksud dengan perempuan kolot,primitive dan
ketinggalan zaman, apakah perempuan yang memamerkan bentuk lekukan
tubuhnya dengan casing style/mode atau perempuan yang menutupi auratnya
tanpa terlihat bentuk tubuhnya (karena ada juga yang memakai jilbab
tapi ketat dan penuh gaya, kadang tidak bisa dibedakan ini pakai jilbab
atau lagi akupuntur)?. Apakah perempuan yang lebih memperhatikan dan
merawat tubuhnya ketimbang jiwa dan akalnya?Kedua, kepada
saudara kami yang menganggap kami intoleran berasmara . Siapa sebenarnya
intoleran , jangan – jangan anda yang intoleran dalam kesendirian.!!!
14m 10022014
sangat menarik. gaya bahasa dan muatan yang baik. hanya saja, penggunaan tanda baca banyak yang kurang tepat.
BalasHapuskeren pak ^_^
BalasHapus