Daftar Blog Inspirasi

Jumat, 25 Desember 2009

Jangan Paksa Aku Jadi "PNS".


Sebelum meninggalkan kampus,saat – saat semester terakhir tepatnya .Saya sering diberitahu oleh ibu agar cepat menyelesaikan kuliah karena keluarga saya yang duduk di kursi legislatife masa jabatannya akan segera berakhir. Beliau ingin agar aku menjadi Pegawai Negeri Sipil yang biasa disingkat PNS dengan bantuan adiknya alias Nepotisme. Memang tahun itu dan sampai sekarang orang – orang didaerah (kabupaten) berlomba – lomba untuk masuk PNS walaupun dengan berbagai cara. Setiap kali saya pulang kampung dan bertemu dengan orang tua ku pasti sering menyinggung soal PNS, entah secara halus ataupun “kasar”. Pertemuan pertama ku hanya terdiam dan mendengarnya, tapi pertemuan selanjutnya saya banyak berdiskusi karena saya kurang sependapat dengan beliau. Saya pun mengutarakan alasan kenapa kurang meminati pekerjaan tersebut ,saya memulai dengan cerita dosenku ketika belajar dikelas dengan mata kuliah ekonomi moneter. Kami membahas tentang penggangguran , ternyata penggangguran banyak jenisnya dimulai pengganguran disebabkan karena kondisi alam atau lingkungan, karena individunya yang malas dan terakhir karena disebabkan oleh pemerintah yang tidak bisa menyediakan lapangan kerja, pengelolaan Negara yang tidak benar, korupsi,dan sebagainya.


Biasanya penggangguran itu tidak mempunyai pekerjaan dan tidak berpenghasilan, tapi teori itu terbantahkan karena ada profesi yang tidak bekerja tapi berpenghasilan yakni PNS istilahnya penggangguran yang digaji. Dosenku mengatakan hal tersebut karena dia sering keliling daerah untuk mengajar di tempat lain, jadi dia melihat kehidupan PNS di kantor – kantor yang jumlahnya sangat banyak dan tidak memiliki pekerjaan. Mereka hanya bercerita, bergosip , main kartu , main game dan hal – hal yang tidak berhubungan dengan kerja – kerja Negara. Saya pun berpikir dan menghubungkan dengan realitas yang ada di daerahku dan semua yang dikatakannya benar. Darisanalah awal kenapa aku tidak ingin menjadi PNS. Sesekali aku juga bertemu dengan keluarga saya yang menjabat sebagai anggota dewan tersebut, pikirannya sama dengan orang tuaku agar aku menyelesaikan kuliahku secepatnya dan mendaftar sebagai PNS, tapi kuhanya terdiam dan tersenyum.


Pertemuan selanjutnya ( pertemuan ini pada saat saya balik kekampung halaman atau ibu saya yang datang ke tempatku sekolah , biasanya sekali dalam 3 bulan atau lebih ) beliau menyinggung lagi tentang PNS, si Aco sudah terangkat jadi PNS anak dari teman Ibu,Katanya. Ketika itu banyak anak dari temannya yang sudah menjadi PNS. Kutersenyum, kebiasaanku jika ada orang yang “ menyinggung “ PNS kepadaku. Saya mempunyai karakter yang tidak bisa tinggal diam atau interaktif mau terus bekerja tapi bukan juga tipe Pekerja Keras. Serta saya mempunyai cita –cita ingin membangun bangsa yang “berpenyakit” ini Walaupun hanya satu batu bata saja (dianalogikan membangun sebuah rumah, saya hanya bisa menyumbangkan satu buah batu bata saja ) apakah berada pada ranah ekonomi atau ranah pendidikan. Karena beberapa masalah terbesar bangsa ini adalah semakin tingginya penggangguran jadi bagaimana kalau saya membuat lapangan pekerjaan saja walaupun hanya memperkerjakan satu atau dua orang saja minimal saya juga tidak menjadi bagian dari masalah bangsa (kalau saya juga menggangur;Jawabku. Sampai saat ini Ibuku selalu saja menyinggung tentang PNS , walaupun sudah beberapa kali kuberikan jawaban yang rasional.


Pola pemikran sebagian masyarakat dikampungku sudah berlebihan menurutku, karena tolak ukur kemanusiaanya seseorang dilhat dari pekerjaannya itupun hanya PNS. PNS menjadi makhluk yang merasuki pikiran masyarakat, Orang sudah bangga jika memakai baju seragam PNS apalagi kalau sudah terangkat dan keluar SKnya. Tidak akan menikah dengan orang yang bukan PNS. Dimana – mana semua orang membicarakan PNS. Akhirnya praktek Kolusi dan Nepotisme meraja lela, sudah menjadi rahasia umum agar lulus PNS membayar puluh-puluhan juta dan yang mempunyai keluarga yang menempati posisi strategis di pemerintahan sudah pasti lulus. Ini semua karena profesi PNS yang sangat menggiurkan, memakai fasilitas negara untuk kepentingan pribadi, bisa mendapat gaji diluar gaji pokok alias korupsi , datang ke kantor paling akhir tapi pulang paling awal, bisa keluyuran saat jam kerja, walaupun sudah mati tetap digaji dan yang terakhir susah dipecat. Semuanya itu tidak sejalan dengan hati dan pikiranku bagiku itu semua tidak benar walaupun dalam pembahasan tertentu dibenarkan.


Waktu terus berjalan, akhirnya kuliahku selesai juga serta berkat bantuan dari kelurga dari bapakku yang membantu meloby dan menyakinkan ibuku untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Saya mendaftar dipasca sarjana UNHAS walaupun sebelumnya waktu masih kuliah dulu aku sempat mengajukan permohonan untuk lanjut lagi tapi ditolak. Pernah juga bermohon untuk diizinkan sekolah ke luar negeri kebetulan pada waktu itu ada teman yang bisa membantu menguruskan beasiswa ke suatu negeri yang terletak di timur tengah tapi kata beliau seandainya ada sekolah di sini (dikampungku maksudnya) lebih baik kamu sekolah disini saja. Yaa,, itulah mungkin bentuk kasih sayang beliau kepada saya walaupun menurutku agak berlebihan. (Sembah sujudku kepada beliau)


Seperti tahun – tahun sebelumnya, akhir tahun 2009 ini pembicaraan tentang PNS di tengah – tengah masyarakat kembali marak. Penerimaan PNS dimulai, isu mengenai penerimaan PNS bersih yang didengung – dengungkan pemerintah tidak bisa merubah mosi tidak percayaku terhadap pemerintahan bersih. Karena tetap saja saya sering mendapatkan kasus- kasus pelanggaran. Ada beberapa cerita lucu bagiku disaat bertemu dengan seorang teman waktu SMU dulu dan sama – sama kuliah tapi fakultas yang berbeda. Tiba – tiba langsung saja menanyakan, Besok tes dimana ? lagi – lagi akupun tersenyum, sambil berkata ; Saya tidak daftar PNS, cukuplah teman –teman yang berada disana kita tidak usah berkumpul ditempat yang sama , nanti jadi bosan liat wajah – wajah mu,,haaahaa sambil bercanda. Saya mencari tempat lain, teman –teman kita sudah banyak jadi PNS. Temanku menggangap semua orang yang sarjana pasti mendaftar PNS. Sama dengan sepupuku ,mengganggap saya bodoh karena tidak mendaftar PNS. Yang lebih lucu lagi ada seorang teman yang mempunyai usaha yang cukup lumayan penghasilannya berniat melamar pacarnya tapi calon mertuanya tak merestuinya karena bukan PNS, jadi terpaksa dia mendaftar PNS demi sang kekasih.


Karena sering mengkritisi PNS pada saat cerita – cerita lepas dan di facebook. Beberapa teman sering menanyaiku kenapa saya membenci PNS , sekali lagi saya tidak membenci PNS saya cuma mengkritisinya agar lebih baik lagi. Mana mungkin saya membencinya, saya hidup dari gaji PNS orang tua saya. Itupun saya mengkritisi PNS yang berada di daerah – daerah serta yang berada di “Instansi pemerintahan “ bukan semuanya , misalnya guru,dosen atau instansi- instansi yang memang aktifitas kerjanya maksimal sinergis dengan gajinya.


Setelah mendapat “serangan” dan pertanyaan dari beberapa orang dekat saya, akhirnya saya mengumpulkan beberapa alasan saya kenapa saya tidak mau jadi PNS, tapi sebelumnya yang mau saya luruskan dahulu bahwa PNS yang kumaksud disini adalah PNS yang bergerak diranah pemerintahan bukan pada ranah pendidikan.
• Seperti yang saya jelaskan pada awal – awal tulisan ini , bahwa saya mempunyai cita – cita ingin membangun bangsa ini. Saya tidak ingin menjadi orang egois yang hanya memikirkan diri sendiri,teman,kelompok dan keluarga.
• Karakter dan watak orang berbeda –beda. Saya tidak cocok lama tinggal didalam ruangan, hidup di tempat yang penuh aturan, pekerjaan yang sedikit dan tidak menantang.
• Jumlah PNS di wilayah pemerintahan sudah banyak, melebihi job descriptions. Sudah ada PNS yang punya SK, Honorer dan suka rela.
• Amanah dan tanggung jawabnya sangat besar. Rakyat membayar pajak ke pemerintah agar digunakan untuk kesejahteraan rakyat . Bisa diartikan bahwa tukang becak,sopir, penjual sayur, pengusaha kecil sampai pengusaha yang berpenghasilan milyaran, dari hasil keringatnya PNS digaji untuk mengelola pemerintahan.
• Ilmu pengeetahuan yang didapatkan selama kurang lebih 4 tahun selama kuliah tidak berkembang atau stagnanisasi pemikiran.
• Ingin membuktikan bahwa tolak ukur kesuksesan, kemanusiaan, kemapanan seseorang bukan dari “PNS”.
• Terakhir sebagai bahan pertimbanganku tentang tulisan Jay Rosengard tentang kebijakan fiskal, anggaran, dan krisis keuangan di Asia.

“Kita tahu bahwa pengelolaan dana pensiun di Indonesia dikuasai oleh ASABRI (untuk kalangan militer dan kepolisian), TASPEN (untuk PNS), dan Jamsostek (untuk swasta dan BUMN). Berdasar data World Bank 2003, ketiga institusi tersebut punya aset sekitar Rp 36 triliun per 2002.
Rosengard menilai institusi tersebut tidak piawai dalam mengelola investasi, kurang transparan dan terbuka, mismanajemen yang kronis, serta terlalu minim regulasi dan supervisi. Mereka tidak mampu memenuhi kewajiban untuk membayar pensiun (underfunded) tanpa adanya sokongan dana dari pemerintah. Situasi ini makin parah karena rasio pensiunan meningkat drastis sebagai akibat populasi yang kian menua dan skema pensiun yang makin ekstensif.
Data Asian Development Bank menunjukkan bahwa TASPEN mengalami defisit cashflow Rp 13,5 triliun pada tahun 2000. Berdasar sumber yang lain, kekurangan (shortfall) investasi TASPEN per 2003 sudah menembus angka Rp 300 triliun. Tentu saja defisit TASPEN akan makin membengkak dan ongkosnya kian mahal karena pemerintahan sekarang begitu jor-joran menerima pegawai baru. Akibatnya, bukan tidak mungkin akan ada pensiunan yang tak kebagian jatahnya. Tapi mana ada presiden yang mau menanggung risiko didemo ribuan (jutaan) pensiunan PNS? Jadi langkah yang lebih realistis adalah membebankan shortfall TASPEN kepada negara. Ada isu bahwa per 2009, akan ada alokasi APBN yang dibelokkan untuk membayar para pensiunan. Kalau pemerintah masih kekurangan uang, bisa saja surat utang baru diterbitkan.
Apabila langkah tersebut diambil, tidak ada lagi pensiunan yang tak kebagian jatah. Namun dampaknya lebih berbahaya. Shortfall tersebut harus ditebus dengan peningkatan inflasi yang akan mendongkrak naiknya harga-harga. Bisa jadi para pensiunan tersebut menerima Rp 1,5 juta per bulan, namun harga bensin menjadi Rp 25 ribu per liter dan harga beras sudah Rp 20 ribu per kg. Harga-harga melonjak tinggi dan uang pensiun tak lagi mencukupi. Masih “untung” bila mereka pensiun di usia produktif sehingga bisa punya usaha dan pekerjaan sambilan. Faktanya, jenjang karir PNS begitu panjang sehingga ketika pensiun usianya sudah cukup lanjut. Mau bekerja lagi, fisik sudah tidak memungkinkan. Mau mengandalkan anak-anak, mereka sudah sibuk mengurusi keluarganya masing-masing.,,,,,
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,”
Lanjutannya silahkan baca di alamat ini http://nofieiman.com/2008/08/pns-sumber-masalah-negeri-ini/


Makassar, Toddopuli 24 Desember 2009
( Ditulis Pada saat pengumuman calon PNS )

0 komentar:

Posting Komentar